Minggu, 30 Maret 2014

Tugas ....



ASAL MULA HURUF JAWA


Pada zaman dahulu kala, ada seorang pengembra dari Tanah Hindustan bernama Aji Saka. Ia datag ke Tanah Jawa bersama dua abdi ssetianya bernama Sembada dan Dora. Maksud kedatangan Aji Saka ke tanah Jawa adalah hendak mengajarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat yg berada dipulau  jawa.
            Aji Saka mulai berkeliling keberbagai darah untuk mengajarkan ilmu pengetahuannya. Ia sedang menuju Negri Medangmulan. Sesampanya di gunung Kendeng ia merasa lelah.
            “Paman Sembada dan Pama Dora, adakalanya kta beristirahat sejenak disni terlebih dahulu” ucap Aji Saka .
            Ketiga orang itupun akhirnya beristirahat di Gunung Kendeng itu, setelah rasa lelah mereka hilang mereka mulai melanjutkan perjalanannya.
            Aji Saaka berkata “Paman Sembada hari ni aku dan Paman Dora ingin melanjutkan perjalanan ke Negri Medanggkamulan. Paman teetaplah disini, Keris sakti ini kuserahkan kepada Paman.”
            “Mengap Keris sakti ini tidak paman bawa saja ?” tanya Paman Sambeda sambil memperhatikan keris yng berpamorr indah itu.
            “Tidak, Paman Sembada,” jawab Aji Ska, “Aku ke Negri Medangkamulantidak ingin bereperang. Oleh karena itu, rawatlah kerisku itu . jika aku membutuhkan kerisku, aku akan sendiri datang lagi kesini . siapapun yang memintaa atau meminjam keris itu janggan engkau berikan.”
            Aji Saka dan Dora mulai bergeegas untuk melanjutkan perjalannya ke Negri Medangkamulan, sedangkan  Paman Sembada akhirnya menuruti perkataan Aji Saka itu. Ia menetap di Gunung Tengger dan merawat keris itu.
            Kini Aji Saka telah sampai di Tapl batas Negri Medangkamulan. Disitu ia berrtemu dengan sesosok lelaki tua.
            “Paman apakah benar disini Negri Medangkamulan ?” tanya Aji Saka kepada Lelaki tua itu.”
            “Benar, Tuan.” Jawab lelaki tua iu, “seepertinya Tuan bukan orang sini , ada keperluan apa Tuan datang kesini?”
            “Ya benar aku memang bukan orang sini. Namaku Aji Saka, aku darri tanah Handustan, dan kedatanganku kesini aku akan melihat-lihat keindahan Negri Medangkamulan. Kalau perlu aku akan mengabdi kepada sang Prabu.” Jawab Aji Saka.
            “Tuan Aji Saka,janganlah engkaau menghadap sang prabu dikarrenaan sang prabu suka memakan daging manusia. Rakyat Negri Medangkamulan banyak yang mengungsi. Mereka taku untuk mengrobankan anggota keluarganya,” kata lelaki itu sambil mengingatkan.
            Aji Saka tetap pada pendiriannya. Lelaki tua itu itu akhirnya mengantarkan Aji Saka Menghadap sang Patih. Aji Saka berkata kepada sang Patih bahwa dia berniat untuk mengabdi kepda sang Prabu Medangkamulan.
            “Aji Saka untuk menghadap sang PrabuMedangkamulan itu tidak mudah. Nanti malah jiwamu bisa melayang dan kaumenjadi santapannya,” kataSang Patih.
            “Hamba tidak akan gentar ditelan Sang Prabu. Jika hamba selamat, bolehkah haba memintah tanah seluas ikat kepala ini ?” kata Aji Saka seraya memegang ikat kepala yang berwarna putih itu.
            “Kalau hanya itu permintaanmu aku tidak keberatan,” kata Sang Patih. Dan akhirnya mereka berduapun berjalan menghadap Sang Prabu Medaangkamulan.
            Kini Aji Saka telah tinggal didalam Istana Medangkamulan. Waktu makan malam telah tiba. Aji Saka lalu mengubah dirinya menjadi sesosok anak kecil yang gemuk dan tampa. Prabu Medangkamulan sangat senang lalu menimang-nimang anak itu dan hendak memakannya. Aji Saka dengan cepat memgang bibir atas dan bibir bawah Prabu Medangkamulan serta merobeknya. Akhirnya, Raja Medangkamulan itupun menemui ajalnya.
            Aji Saka nkembali kebentuk semula. Ia menagih janji kepada Sang Patih hendak meminta tanah. Aji Saka lalu melepas ikat kepalanya dan membentangkannya sehingga seluruh Negri Medangkamulan tertutup oleh ikat kepalaitu. Sang Patih pun kemudian menyerahkan Negri Medangkamulan kepada Aji Saka.
            Rakyat Negri Medangkamulan sangatlah senang karena Aji Saka berhasil membunuh Prabu Medangkamulan. Kemudian, mereka mengangkat Aji Saka menjadi Raja di Negri Medangkamulan. Negri Medangkamulan dahulu sunyi sepi semenjak Aji Saka menjadi Raja di Negri Medangkamulankini mulai ramai.
            Prabu Aji saka tidak hanya memperhatikan sistem pemerintahannya saja tetapi ia juga memperhatikan masalah pendidikan baik itu jasmani maupun rohani. Sejaka itulah Negri Medangkamulan menjadi Negri yang makmur, aman, tentram, dan damai.
            Pada suatu hari Prabu Aji Saka duduk dihadap abdinya, Dora. Ia teringat pada Sembada.
            “Paman Dora, pergilah ke Gunung Kendeng. Ambillah kerisku dan ajaklah Paman Sembada kesini,” perintah Aji Saka.
            Kemudian, Dora pergi ke Gunung Kendeng dan bertemu dengan Sembada. Mereka lalu menceritakan keadaan mereka masing-masing.
            “Adik Dora, sebenarnya ada keperluan apa datang kesini?” tanya Sembada.
            “Kakang Sembada, aku diperintah oleh Prabu Aji Saka untuk mengambil keris yang dulu ditipkan padamu. Sekarang ini Prabu Aji Saka sedang sibuk sehingga beliau tidak dapat datang sendiri kesini,” jawab Dora.
            “Aku tidak akan memberikan keris ini kepadamu, Karena beliau dulu berkata kepadaku bahwa jika ia memerlukan keris ini ia akan datang sendiri menghaadapku. Akupun tidak diperkenankan oleh beliau meninggalkan tempat ini,” jawab Sembada.
            Sembada dan Dora keduanya sama-sama patuh dan taat pada perintah pada pesan Tuannya. Kemudian, merekaq berparang tanding mengadu kekuatan, kepandaian, dan kesaktian. Akhirnya, keduanya meninggal.
            Prabu Aji Saka cemas karena kedua abdinya tidak kunjung datang. Kemudian, ia menyusul ke Gunung Kendeng seorang diri. Prabu Aji Saka sangat sedih karena kedua abdinya itu telah meninggal.
            “Oo, Paman Sembada dan Paman Dora, kematian kalian karena menjalankan tugas dan kewajiban,” gumam Prabu Aji Saka penuh sesal dan kekecewaan.
            Prabu Aji Saka ingin mengenang dan memperingati jasa-jasa abdi setianya itu. Diciptanya huruf-huruf yang susunannya sebagai berikut.
            ha, na, ca, ra, ka, artinya ada utusan
            da, ta, sa, wa, la, artinya mereka bertengkar
            pa, da, ja, ya, nya, artinya sama saktinya
            ma, ga, ba, ta, nga, artinya keduanya menjadi mayat
(Ada dua orang utusan. Mereka terlibat dalam pertengkaran. Mereka sama-sama sakti. Akhirnya keduanya mati).



Tamat









Referensi : Buku Cerita Rakyat Jawa “KALARAHU”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar